Selasa, 11 Agustus 2009

Lamongan Esok




Lamongan selalu menata diri dalam smua aspek kehidupan, termasuk pada bidang pembangunan. Beberapa gambar yang menunjukkan Lamongan
kedepan sbb:

Senin, 10 Agustus 2009

Gajah Mada Lahir Di Lamongan


Gajah Mada Lahir Di Lamongan

Ditulis Oleh KPDE LamonganThursday, 18 June 2009
Bupati Lamongan Masfuk perintahkan untuk buat tim penulusuran sejarah Patih Gajah Mada di Lamongan. Tim yang akan beranggotakan sejumlah budayawan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait di Lamongan tersebut, bertugas untuk menyusun bukti-bukti eksistensi Gajah Mada di Lamongan.“Bapak Bupati (Masfuk) sudah perintahkan untuk bentuk sebuah tim yang akan menelusuri sejarah Gajah Mada di Lamongan. Sementara ada daerah lain yang berani klaim Gajah Mada milik daerah tersebut. Padahal, berdasarkan keterangan sejumlah budayawan Lamongan, ada bukti otentik dan oral bahwa Gajah Mada berasal dari Lamongan. Ini adalah bagian kepedulian Bapak Bupati akan sejarah dan budaya Lamongan, “ urai Plt Asisten Administrasi Lamongan Aris Wibawa, Selasa (17/6).Seperti yang disampaikan salah satu budayawan Lamongan Viddy AD Daery saat Seminar dan Rembug Budaya di Ruang Sabha Dyaksa Pemkab Lamongan kemarin. Menurutnya, ada sejumlah cerita rakyat (folklore) yang umum dikisahkan di wilayah pedalaman Lamongan mengenai keberadaan patih yang terkenal dengan Sumpah Palapanya tersebut di Lamongan. Cerita rakyat itu menuturkan bahwa Gajah Mada adalah anak kelahiran Desa Mada (sekarang Kecamatan Modo/Lamongan). Di era Kerajaan Majapahit, wilayah Lamongan bernama Pamotan.Berdasar cerita rakyat itu pula, kata Viddy, Gajah Mada adalah anak Raja Majapahit secara tidak sah (istilahnya Lembu Peteng atau Anak Haram) dengan gadis cantik anak seorang Demung (Kepala Desa) Kali Lanang. Anak itu dinamai Joko Modo atau jejaka dari Desa Mada. Diperkirakan kelahirannya sekitar tahun 1300.Dilanjutkannya, selanjutnya oleh kakek Gajah Mada yang bernama Empu Mada, Joko Modo dibawa hijrah ke Desa Cancing/Ngimbang. Wilayah yang lebih dekat dengan Biluluk, salah satu Pakuwon di Pamotan, benteng Majapahit di wilayah utara. Sementara benteng utama berada di Pakuwon Tenggulun/Solokuro.“Salah satu bukti fisik bahwa Gajah Mada lahir di Lamongan adalah adanya situs kuburan ibunda Gajah Mada di Desa Ngimbang. Menurut kepercayaan setempat, situs yang sampai sekarang masih ada itu masih dikeramatkan oleh sebagian warga. Anak muda bernama kecil Joko Modo, berbadan tegap, jago kanuragan serta berilmu tinggi didikan Empu Mada itulah yang kemudian disebut sebagai Gajah Mada. Dia kemudian diterima menjadi anggota Pasukan Bhayangkara (pasukan elit pengawal raja) di era Prabu Jayanegara, “ jelas Viddy yang juga menuliskan keterangannya itu lewat sebuah buku.Viddy kemudian memberi analisisnya mengenai bukti hubungan Gajah Mada dan Lamongan. Disampaikannya, prestasi pertama Gajah Mada adalah menyelamatkan Jayanegara yang hendak dibunuh Ra Kuti. Pemberontak yang notabene Patih Kerajaan Majapahit sendiri. Gajah Mada melarikan Prabu Jayanegara ke Desa Badander (sekarang masuk wilayah Bojonegoro) di wilayah Pamotan. “Keputusan Gajah Mada ini tentunya terkait dengan kedekatan masa kanak-kanak Gajah Mada, “ kata dia. Saat itu pangkat Gajah Mada yang diperkirakan baru berusia 19 tahun sudah naik menjadi Pimpinan Pengawal Raja (Bhekel Bhayangkara)

Pelantikan Adipati Lamongan Pertama Jadi Dasar HJL


Pelantikan Adipati Lamongan Pertama Jadi Dasar HJL

Dikutip dari www.lamongan.go.idMeski terlahir di Lamongan banyak yang belum tahu mengapa hari jadi Lamongan (HJL)ditetapkan pada bulan ini tepatnya tanggal 26 Mei. Untuk itu pada peringatan HJL ke-438. Meski terlahir di Lamongan banyak yang belum tahu mengapahari jadi Lamongan (HJL) ditetapkan pada bulan ini tepatnya tanggal 26 Mei. Untuk itu padaperingatan HJL ke-438 kemarin para ahli sejarah kota soto itu membeberkan sejarah berdirinyaLamongan. Penggalian hari lahir (Harla) Lamongan berbeda dengan kebanyakan daerahyang ada yaitu prasasti batu bertulis, Hari lahir Lamongan didasarkan pada buku wasiat tentangsilsilah Sunan Giri di Gresik. Dalam buku tersebut meriwayatkan pelantikan Rangga Hadimenjadi Adipati pertama Lamongan dengan gelar Tumenggung Surajaya, beliau dilantik olehSunan Giri yang saat itu sebagai Mufti Giri Kedaton. Rangga Hadi adalah putra terbaikLamongan asal Dusun Cancing, Desa Sendangrejo Kecamatan Ngimbang yang merupakanmurid Sunan Giri dan kemudian dipercaya memimpin Lamongan. Pelantikan tersebutdilakukan pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 976 Hijriyah atau 26 Mei 1569 Masehi, danperistiwa tanggal 26 Mei 438 tahun yang lalu itulah yang dijadikan momentum berdirinya atau lahirnya Lamongan.

Diminta Belajar dari Ikan Lele


LAMONGAN – Ikan lele, salah satu unsur simbol Kabupaten Lamongan mempunyai makna yang mendalam. Ini terungkap pada acara pembinaan mental spiritual bagi PNS di lingkup mushola Al-Amin, Sekretariat Daerah Kabupaten setempat, (19/12). Bagaimana tauladan dari ikan yang sulit ditangkap dengan tangan ini ?---------------Dikatakan KH. Abdul Khalim dalam acara sebulan sekali pada Jumat pagi ini, sebagai manusia yang hidup di alam kemerdekaan, pegawai harus pandai bersukur. Bentuk rasa sukur, dapat direalisasikan dalam dunia nyata, dengan cara meningkatkan disiplin kerja, meningkatkan kinerja di tempat kerja.Rasa syukur ini, kata dia, tidak terlalu berlebihan, bila dibanding sejarah masa lalu utamanya sebelum Indonesia merdeka. Bagaimana tidak sulit, karena hidup sebelum Indonesia merdeka, karena saat itu belum ada fasilitas seperti sekarang seperti listrik, Rumah Sakit, transportasi, bahkan hiburan seperti radio dan TV.’’Misalkan tahun 1938 sampai 1943 hanya ada satu Rumah Sakit di Kabupaten Lamongan,’’ kata pengasuh Ponpes Al-Hikmah Dusun Kudu, Desa Weduni, Kecamatan Deket ini.Setelah kemerdekaan, lanjutnya, selayaknya masyarakat Lamongan tidak bermalas-malasan. Masyarakat dan pegawai Kabupaten Lamongan harus termotifasi mengembangkan potensi yang ada. ’’Sebagaimana digambarkan simbol Kabupaten Lamongan yakni ikan lele, yang bermakna masyarakatnya ulet, sabar, dan kuat atau tangguh,’’ tuturnya.Kini yang penting harus dilakukan seoran pegawai, katanya, harus sabar, qanaah, dan menerima atau bersukur selalu. Sebab dengan bersukur seseorang akan menghargai nikmat yang telah diberikan Allah.Pada acara yang dibuka Sekda H. Fadeli ini, ustadz Khalim, Allah menciptakan manusia berbeda-beda. Namun perbedaan tersebut diciptakan untuk saling melengkapi. ’’Karena sebenarnya tidak ada yang sempurna,’’ katanya.Ditambahkan Ustadz Khalim, usaha manusia itu berbeda-beda. Ada yang bersungguh-sungguh mencari ridha Allah, ada yang setengah hati mencari ridhanya, dan ada yang tidak perduli dengan ridha Allah.’’Sedangkan 5 hal yang harus dimiliki individu dalam mencari ridha Allah dan hidayah yaitu istri atau suami, rumah, berbudi (berahlaq, bermasyarakat,dan berkreasi seni dan politik), agama, dan hidayah taufiq,’’ pungkasnya. (kadam mustoko

Jumat, 07 Agustus 2009

Profil Penyusun http://Lamongankemaren.blogspot.com

PROFIL PENYUSUN http://lamongankemaren.blogspot.com/

Mokhamad Rifai

Nama : M.Rifai
Tempat Tanggal Lahir : Lamongan, 16 April 1992
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kedungsoko Kec Mantup Lamongan Jatim
Asal Sekolah : SMKN 1 Lamongan Kelas Jauh di Pontren Babatan Mantup
Email : fai_mantup@yahoo.com
Telp : -
Hp : 085733351720
Hoby : Olah raga, Membangun Blog

Sabtu, 01 Agustus 2009

Sejarah Lamongan Dan Kecamatannya

Sejarah Lamongan Dan Kecamatannya

Sabtu, 2009 Agustus 01
Sejarah Lamongan dan Kecamatannya

Sejarah Lamongan dan Kecamatan-nya
.fullpost{display:inline;}
Dulu Lamongan merupakan Pintu Gerbang ke Kerajaan Kahuripan, Kerajaan Panjalu, Kerajaan Jenggala, Kerajaan Singosari atau Kerajaan Mojopahit, berada di Ujung Galuh, Canggu dan kambang Putih ( Tuban). Setelah itu tumbuh pelabuhan Sedayu Lawas dan Gujaratan (Gresik), merupakan daerah amat ramai , sebagai penyambung hubungan dengan Kerajaan luar Jawa bahkan luar Negeri.Zaman Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur, Di Lamongan berkembang Kerajaan kecil Malawapati ( kini dusun Melawan desa Kedung Wangi kecamatan Sambeng ) dipimpin Raja Agung Angling darma dibantu Patih Sakti Batik Maadrim termasuk kawasan Bojonegoro kuno. Saat ini masih tersimpan dengan baik, Sumping dan Baju Anglingdarma didusun tersebut. Di sebelah barat berdiri Kerajaan Rajekwesi di dekat kota Bojonegoro sekarang.Pada waktu Kerajaan Majapahit dipimpin Raja Hayam Wuruk (1350 -1389) kawasan kanan kiri Bengawan Solo menjadi daerah Pardikan. Merupakan daerah penyangga ekonomi Mojopahit dan jalan menuju pelabuhan Kambang Putih. Wilayah ini disebut Daerah Swatantra Pamotan dibawah kendali Bhre Pamotan atau Sri Baduga Bhrameswara paman Raja Hayam Wuruk ( Petilasan desa Pamotan kecamatan Sambeng ), sebelumnya. Di bawah kendali Bhre Wengker ( Ponorogo ). Daerah swatantra Pamotan meliputi 3 kawasan pemerintahan Akuwu , meliputi Daerah Biluluk (Bluluk) Daerah Tenggulunan (Tenggulun Solokuro) , dan daerah Pepadhangan (Padangan Bojonegoro).Menurut buku Negara Kertagama telah berdiri pusat pengkaderan para cantrik yang mondok di Wonosrama Budha Syiwa bertempat di Balwa (desa Blawi Karangbinangun) , di Pacira ( Sendang Duwur Paciran), di Klupang (Lopang Kembangbahu) dan di Luwansa ( desa Lawak Ngimbang). Desa Babat kecamatan Babat ditengarahi terjadi perang Bubat, sebab saat itu babat salah satu tempat penyeberangan diantar 42 temapt sepanjang aliran bengawan Solo. Berita ini terdapat dalam Prasasti Biluluk yang tersimpan di Musium Gajah Jakarta, berupa lempengan tembaga serta 39 gurit di Lamongan yang tersebar di Pegunungan Kendeng bagian Timur dan beberapa temapt lainnya.Menjelang keruntuhan Mojopahit tahun 1478M, Lamongan saat itu dibawah kekuasaaan Keerajaan Sengguruh (Singosari) bergantian dengan Kerajaan Kertosono (Nganjuk) dikenal dengan kawasan Gunung Kendeng Wetan diperintah oleh Demung, bertempat disekitar Candi Budha Syiwa di Mantup. Setelah itu diperintah Rakrian Rangga samapi 1542M ( petilasan di Mushalla KH.M.Mastoer Asnawi kranggan kota Lamongan ). Kekuasaan Mojopahit di bawah kendali Ario Jimbun (Ariajaya) anak Prabu Brawijaya V di Galgahwangi yang berganti Demak Bintoro bergelar Sultan Alam Akbar Al Fatah ( Raden Patah ) 1500 – 1518, lalu diganti anaknya, Adipati Unus 1518 -1521 M , Sultan Trenggono 1521 – 1546 M.Dalam mengembangkan ambisinya, sultan Trenggono mengutus Sunan Gunung Jati ( Fatahilah ) ke wilayah barat untuk menaklukkan Banten, Jayakarta, danCirebon. Ke timur langsung dpimpin Sultan sendiri menyerbu Lasem, Tuban dan Surabaya sebelum menyerang Kerajaan Blambangan ( Panarukan). Pada saat menaklukkan Surabaya dan sekitarnya, pemerintahan Rakryan Rangga Kali Segunting ( Lamong ), ditaklukkan sendiri oleh Sultan Trenggono 1541 . Namun tahun 1542 terjadi pertempuran hebat antara pasukan Rakkryan Kali Segunting dibantu Kerajaan sengguruh (Singosari) dan Kerajaan Kertosono Nganjuk dibawah pimpinan Ki Ageng Angsa dan Ki Ageng Panuluh, mampu ditaklukkan pasukan Kesultanan Demak dipimpin Raden Abu Amin, Panji Laras, Panji Liris. Pertempuran sengit terjadi didaerah Bandung, Kalibumbung, Tambakboyo dan sekitarnya.Tahun 1543M, dimulailah Pemerintahan Islam yang direstui Sunan Giri III, oleh Sultan Trenggono ditunjuklah R.Abu Amin untuk memimpin Karanggan Kali Segunting, yang wilayahnya diapit kali Lamong dan kali Solo. Wilayah utara kali Solo menjadi wilayah Tuban, perdikan Drajat, Sidayu, sedang wilayah selatan kali Lamong masih menjadi wilayah Japanan dan Jombang. Tahun 1556 M R.Abu Amin wafat digantikan oleh R.Hadi yang masih paman Sunan Giri III sebagai Rangga Hadi 1556 -1569M Tepat hari Kamis pahing 10 Dzulhijjah 976H atau bertepatan 26 mei 1569M, Rangga Hadi dilantik menjadi Tumenggung Lamong bergelar Tumenggung Surajaya ( Soerodjojo) hingga tahun 1607 dan dimakamkan di Kelurahan Tumenggungan kecamatan Lamongan dikenal dengan Makam Mbah Lamong. Tanggal tersebut dipakai sebagai Hari Jadi Lamongan.Setelah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, daerah Lamongan menjadi daerah garis depan melawan tentara pendudukan Belanda, perencanaan serangan 10 Nopember Surabaya juga dilakukan Bung Tomo dengan mengunjungi dulu Kyai Lamongan dengan pekikan khas pembakar semangat Allahu Akbar. Lamongan yang dulunya daerah miskin dan langganan banjir, berangsur-angsur bangkit menjadi daerah makmur dan menjadi rujukan daerah lain dalam pengentasan banjir. Dulu ada pameo “ Wong Lamongan nek rendeng gak iso ndodok, nek ketigo gak iso cewok “ tapi kini diatasi dengan semboyan dari Sunan Drajat, Derajate para Sunan dan Kyai “ Memayu Raharjaning Praja “ yang benar –benar dilakukan dengan perubahan mendasar, dalam memsejahterahkan rakyatnya masih memegang budaya kebersamaan saling membantu sesuai pesan kanjeng Sunan Drajat “ Menehono mangan marang wong kangluwe, menehono paying marang wong kang kudanan , menehono teken marang wong kang wutho, menehono busaono marang wong kang wudho “Kabupaten Lamongan yang kini dikomandani H.Masfuk sebagai Bupati periode ke 2 dan H.Tsalis Fahmi sebagai wakil Bupati melejit bagaikan Sulapan , dengan terobosannya yang menjadi perbincangan Nasional. Yang menonjol selama ini menjadi Ikon Wisata Bahari Lamongan (Lamongan Ocean Tourism Ressort) , Lamongan Integrated Sharebased, Proyek Pelabuhan Rakyat, dan Proyek Lapangan Terbang dan Eksplorasi minyak Balong Wangi Sarirejo,memungkinkan datangnya investasi baik dari dalam negeri maupun investor luar negeri. Dengan tangan dinginnya PKL ditata rapi, Kelancara jalan desa dan pengairan ditata sedemikian rupa, termasuk memberikan Bea siswa bagi siswa dan mahasiswa berprestasi yang ekonominya kurang beruntung, dan nantinya jika telah menyelesaikan studynya bisa kembali dan menyumbangkan pikiran dan kemampuannya demi kemajuan Lamongan. Kegiatan HJL kali ini juga dumeriahkan oleh Dewan Kesenian Lamongan (DKL) parade Teater dan Pameran Senirupa kerja sama dengan STKW Surabaya di gedung Handayani tanggal 26 mei dilanjutkan Sarasehan seni rupa oleh Agus Koecing Surabaya , mengusung Peran dan perkembangan seni rupa jawa timur dan Management berkesenian , 27 mei 2007meta : Sejarah, lamongan, kecamatan
Diposkan oleh www.yulia.com di 19:51

Kuliner Di Sekitar Mayangkara Mantup

Kuliner Di Sekitar Mayangkara

Kuliner yang terdapat di Mayangkara tidak kalah nikmat dengan kuliner-kuliner didaerah lain. Kuliner yang terdapat di Mayangkara adalah Nasi Goreng, Bakso, Nasi Pecel, Nasiboranan, Terang Bulan, Mie Ayam dan Martabak telor. Semua makanan tersebut di kelola oleh warga sekitar. Harganya pun sangat terjangkau. Jadi, tidak perlu khawatir jika perut anda merasa lapar.
Aneka kuliner tersebut dijajakan dengan jadwal yang berbeda. Pagi hari, ada nasi pecel dan boranan, siang ada bakso, dan pada sore hari ada nasi goreng, martabak telur, terang bulan dan mie ayam. Yummy.............
Dalam penjualan kuliner tersebut lokasinya tidak jauh dari gedung Mayangkara, cukup hanya menyeberang jalan raya saja. Memang ya...letak Mayangkara yang stategis banyak mendatangkan rejeki....


Diposkan oleh Dim_mantup88 di Sabtu, Juni 20, 2009 0 komentar


Potensi Mayangkara yang masih tersimpan

Mayangkara merupakan nama sebuah monumen yang terletak didesa Mantup yang dikelilingi oleh bukit-bukit dan tambang bebatuan yang sekarang dimanfaatkan oleh para warga untuk mencari nafkah. Jenis bebatuan yang terdapat ditambang tersebut merupakan jenis batu yang berwarna kekuning-kuningan yang biasanya disebut oleh warga sekitar yaitu"PEDEL" yang biasanya dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pembuatan jalan & untuk meratakan tanah yang akan dibangun sebuah rumah (pembangunan rumah).
Kegiatan setiap hari yang dilakukan para warga adalah mengambil atau menggali bebatuan dan dipotong sesuai dengan ukuran pembeli yang menginginkan. Biasanya para warga hanya menggali bebatuan apabila ada pesanan saja dari warga lain. Namun tidak jarang banyak warga lain yang mencoba mencari keberuntungan dengan mengangkut batu-batu pedel yang digali warga untuk dikirim ke pembeli.
Untuk menempuh kelokasi tersebut harus melalui jalanan yang terjal dan tergolong berbahaya, karena disekitar jalanan tersebut merupakan jurang yang sangat dalam. Jadi para pengemudi mobil yang mengangkut batu pedel harus berhati-hati dan tetap waspada. Walaupun jalanan terjal dan bebahaya, hal itu tidak mensurutkan minat warga untuk mendapatkan uang dari hasil penjualan batu pedel.
Dalam satu hari, biasanya setiap warga dan dibantu dengan kelompoknya masing-masing dapat mengumpulkan sekitar 3-5 muatan truk dalam satu hari dan 1 muatan truk dijual dengan harga Rp. 220.000 s/d Rp. 250.000. Wow lumayan kan hasilnya!!!!!!!
Apabila penjualan batu tersebut lancar, dalam 1 minggu bisa menjual sampai 3-5 kali, dan itu berarti dalam satu bulan menghasilkan uang sebanyak 220.000*3= 660.000 dalam 1 minggu, apabila dalam 1 bulan, berarti Rp. 660.000*4=2.640.000 . Busheeeeet banyak juga ya ternyata hasilnya. Tapi semua itu sebanding dengan kerja keras mereka semua dan resiko yang mereka harus hadapi.
Untuk saat ini, perhatian pemerintah setempat masih sangat kurang. Padahal penghasilan yang didapatkan cukup lumayan besar. Misal, jalan menuju lokasi sangatlah terjal dan berbahaya. Seharusnya, jalan tersebut harus diperbaiki agar para pekerja dapat melakukan aktifitasnya dengan lancar dan harus membuat peraturan bahwa setiap warga yang menggali batu dalam satu minggu diperbolehkan untuk menggali cukup 3kali saja dan disekitar daerah tersebut harus ditanami pepohonan agar keseimbangan alam tetap terjaga.


Diposkan oleh Dim_mantup88 di Sabtu, Juni 20, 2009 0 komentar


Jumat, 2009 Juni 19
Bukit Mayangkara

Dibelakang Gedung Mayangkara, terdapat bukit yang apabila dilihat dari bawah, terlihat sangatlah rimbun, namun jika sudah mendaki, kita pasti akan terkejut. Bukit Mayangkara tidak serimbun dan sesubur yang kita bayangkan. Bukit tersebut gundul, tidak ada pepohonan yang tumbuh, tanahnya tandus, dan apabila musim penghujan terjadi banjir yang menerjang rumah warga dusun Sambilan yang berada tepat di lereng bukit. Tidak sedikit rumah warga yang digenagi oleh lumpur dan air, bahkan sekolah SDN Mantup II juga menjadi korban dari banjir tersebut.
Padahal dulu bukit Mayangkara sangatlah subur, banyak pepohonan yang rindang, banyak binatang- binatang yang hidup saling berdampingan, namun mengapa semua itu lenyap begitu saja? Jawabanya tidak lain karena ulah tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab, mereka menebang secara liar, memburu binatang, membakar hutan, sehingga kehidupan di bukit itupun hancur tak tersisa. Hanya seonggok tanah kering tanpa tanaman yang masih tersisa.
Namun, semua itu sudah terlanjur, seharusnya ada perhatian khusus dari pemerintah daerah agar melestarikan kesuburan dan peduli pembudidayaan bukit tersebut. Karena apabila bukit tersebut diadakan reboisasi, maka bencana banjir, hutan gundul tidak akan pernah terjadi lagi. Sebaliknya akan memberikan manfaat yang besar. Bukit tersebut ditanami pepohonan sejenis pohon jati, mahoni, yang dapat digunakan untuk pembuatan almari, tempat tidur, kursi dan meja. Emm.......lagi-lagi keuntungan ekonomi yang bisa didapatkan dari Mayangkara (namun sayang, semua itu belum bisa terwujud)

Diposkan oleh Dim_mantup88 di Jumat, Juni 19, 2009 0 komentar


Pemandian sendang bulus

Pemandian Sendang Bulus juga terletak dilokasi Gedung Mayangkara. Pemandian sendang bulus merupakan bangunan Belanda, dan memiliki tiga bagian utama yaitu :
Pemandian bagi wanita
Pemandian bagi laki-laki
Tempat sumber air yang digunakan untuk minum


Fungsi dari Pemandian tersebut digunakan warga untuk melakukan aktifitas sehari-hari seperti mandi, mencuci baju, mencuci sepeda motor, dan lain-lain. Selain itu ada hal yang lebih penting lagi, ternyata air yang dialirkan keLamongan bersumber dari Pemandian Sendang Bulus. Banyak sekali mobil tanki yang mengangkut air yang mengambil air dari tempat sumber air yang digunakan untuk minum setelah itu dijual kewarga didaerah sekitar Lamongan. Hal ini seringkali terjadi ketika musim kemarau.
Dari penjualan air tersebut, penjual air Tanki mendapatkan penghasilan yang lumayan banyak, yaitu satu tanki berharga Rp.70.000,00. Allah memang maha kuasa secara tidak langsung Allah telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat.
Mayangkara......Mayangkara memang ya tanpa sadar begitu banyak manfaat yang telah engkau berikan..........


Diposkan oleh Dim_mantup88 di Jumat, Juni 19, 2009 0 komentar


Gedung serbaguna mayangkara

Disekitar lokasi Monumen Mayagkara terdapat juga sebuah gedung yang cukup megah dan merupakan peninggalan dijaman Kolonial Belanda, namun gedung tersebut sudah mengalami satu kali renovasi dan disebut dengan "Gedung Mayangkara". Kebanyakan warga didaerah Lamongan pastinya sudah banyak yang tahu, karena gedung tersebut sangatlah serbaguna.
Pada pagi hari, gedung Mayangkara dipergunakan oleh anak-anak TK(Taman Kanak-Kanak) dan anak SD (Sekolah Dasar) untuk berolah raga,karena didalam gedung ruangannya cukup luas untuk bermain bulu tangkis, tenis meja, permainan kucing dan tikus, senam, dan masih banyak lagi.
Tidak hanya anak TK atau SD saja yang memanfaatkan gedung tersebut. Pada Sore hari, gedung Mayangkara juga dipergunakan oleh orang dewasa untuk berolah raga, sehingga gedung Mayagkara tidak pernah sepi oleh para warga dan anak-anak yang ingin menyahatkan badan mereka masing-masing.
Selain itu Gedung Mayangkara juga bisa dipergunakan sebagai gedung resepsi pernikahan, wisuda, acara perpisahan atau pelepasan siswa SMP atau SMA yang sudah lulus, dan tempat memberikan materi kepada siswa LDKS. Namun sayang kebersihan disekitar gedung tersebut kurang terjaga. Terkadang gedung Mayangkara tampak kumuh dan kotor. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi, karena gedung Mayangkara sangat serbaguna dan melekat pada kehidupan masyarakat. Seharusnya para warga menyadari akan menjaga kebersihan linkungan dengan cara mengadakan kerja bakti atau memperkerjakan warga untuk membersihkan.
Ditinjau dari segi ekonomi, Gedung Mayangkarapun juga bisa menghasilkan penghasilan yang cukup banyak. Apabila pemerintaah daerah setempat memberi tarif penyewaan gedung dengan mempekerjakan warga sekitar sebagai penjual karcis untuk orang yang ingin berolahraga atau menyewa gedung, sehingga dapat meningkatkan penghasilan, dan disekitar Mayangkara perlu disediakan fasilitas untuk arena bermain anak-anak, peralatan dan perlengkapan olahraga dan dibuat sebuah taman yang indah, agar pengunjung semakin banyak.
Disamping Gedung Mayangkara terdapat lapangan. Biasanya lapangan tersebut digunakan untuk camping, bermain sepak bola, pasar malam dan sebagai lokasi vestifal .
Emm..... memang ya! Gedung Mayangkara sangat serbaguna


Diposkan oleh Dim_mantup88 di Jumat, Juni 19, 2009 0 komentar


Sejarah Mayangkara

Pada masa penjajahan Kolonial Belanda, daerah Mantup diperebutkan oleh Belanda. Untuk mempertahankan daerah Mantup maka dibentuklah sebuah gerakan atau pasukan berkuda yang dipimpin oleh P. Jarot. Pasukan tersebut menunggang kuda putih yang disebut dengan " Pasukan Kuda Putih Mayangkara" (saat ini dijadikan sebuah monumen).
Pada saat itu, desa Mantup belum bernama Mantup seperti sekarang ini. Ceritanya, kata Mantup berasal dari kalimat " Amantubbillahi" artinya Percaya Kepada Allah. Itulah Semboyan yang selalu diucapkan oleh pasukan Kuda Mayangkara, mereka semua percaya akan pertolongan Allah, mereka semua percaya akan adanya Allah, mereka yakin bahwa Allah itu maha kuasa, berkat kegigihan dan semangat mereka, mereka berhasil mengusir pasukan Belanda dari wilayah tersebut, makadari itu daerah yang dipertahankan disebut dengan "Desa Mantup".
Namun dilain cerita, dahulu Sunan Giri mengutus muridnya yang bernama Mbah Yai Sido Margi. Untuk menyebarkan agama islam disekitar lokasi yang sekarang bernama Mantup, beliau memperjuangkan agama islam dengan kegigihan dan kesabaran. Beliau yakin akan pertolongan Allah, akan kekuasaan Allah, dan akan adanya Allah, itulah sebuah keyakinan yang selau dipegang dan tentunya tidak lupa untuk mengajarkan hal ini kepada masyarakat. Beliau menuturkan " Amantubbillahi".
Setelah perjuangan yang cukup lama, Mbah Yai Sido Margi wafat dan dimakamkan di sebuah bukit belakang gedung Mayangkara, dan desa itu disebut dengan desa Mantup.
Jika kita hubungkan kedua cerita tersebut, mungkin berkat ajaran Mbah Yai Sido Margi itulah pasukan Kuda Putih Mayangkara mengerti akan kalimat Amantubbillahi, sehingga dapat memompa semangat pasukan tersebut.

SEJARAH MAYANGKARA MANTUP




Sejarah Mayangkara

Pada masa penjajahan Kolonial Belanda, daerah Mantup diperebutkan oleh Belanda. Untuk mempertahankan daerah Mantup maka dibentuklah sebuah gerakan atau pasukan berkuda yang dipimpin oleh P. Jarot. Pasukan tersebut menunggang kuda putih yang disebut dengan " Pasukan Kuda Putih Mayangkara" (saat ini dijadikan sebuah monumen).
Pada saat itu, desa Mantup belum bernama Mantup seperti sekarang ini. Ceritanya, kata Mantup berasal dari kalimat " Amantubbillahi" artinya Percaya Kepada Allah. Itulah Semboyan yang selalu diucapkan oleh pasukan Kuda Mayangkara, mereka semua percaya akan pertolongan Allah, mereka semua percaya akan adanya Allah, mereka yakin bahwa Allah itu maha kuasa, berkat kegigihan dan semangat mereka, mereka berhasil mengusir pasukan Belanda dari wilayah tersebut, makadari itu daerah yang dipertahankan disebut dengan "Desa Mantup".
Namun dilain cerita, dahulu Sunan Giri mengutus muridnya yang bernama Mbah Yai Sido Margi. Untuk menyebarkan agama islam disekitar lokasi yang sekarang bernama Mantup, beliau memperjuangkan agama islam dengan kegigihan dan kesabaran. Beliau yakin akan pertolongan Allah, akan kekuasaan Allah, dan akan adanya Allah, itulah sebuah keyakinan yang selau dipegang dan tentunya tidak lupa untuk mengajarkan hal ini kepada masyarakat. Beliau menuturkan " Amantubbillahi".
Setelah perjuangan yang cukup lama, Mbah Yai Sido Margi wafat dan dimakamkan di sebuah bukit belakang gedung Mayangkara, dan desa itu disebut dengan desa Mantup.
Jika kita hubungkan kedua cerita tersebut, mungkin berkat ajaran Mbah Yai Sido Margi itulah pasukan Kuda Putih Mayangkara mengerti akan kalimat Amantubbillahi, sehingga dapat memompa semangat pasukan tersebut.

MENURUTKAN SEJARAH LAMONGAN LEWAT PAWAI BUDAYA

MENURUTKAN SEJARAH LAMONGAN LEWAT PAWAI BUDAYA

Menuturkan Sejarah Lamongan Lewat Pawai Budaya

0 komentar
.fullpost{display:none;}
Menuturkan sejarah kota tidak harus dipaparkan lewat cerita lisan atau dengan bacaan. Pawai Budaya dalam perayaan Hari Jadi ke-440 tahun Lamongan menjadi sebuah sarana menuturkan sejarah Kabupaten Lamongan. Langkah ini merupakan bentuk kreasi seni sekaligus mengisahkan cikal bakal Lamongan tempo dulu.
Drama kolosal yang dikemas dalam pawai budaya kali ini mengambil start di depan Pendapa Lokatantra Lamongan, dibuka dengan drama tari yang menceritakan lintasan sejarah Lamongan. Drama tari ini dibawakan 80 mahasiswa asal Lamongan yang menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya.
Tarian yang mengisahkan sejarah Kabupaten Lamongan terbagai dalam tiga babak utama, yakni era Kerajaan Majapahit, era Kerajaan Demak Bintoro hingga diwisudanya Rangga Hadi sebagai Adipati pertama Lamongan.
Babak pertama mengisahkan era Kerajaan Mjapahit di Lamongan yang ditandai dengan adanya Prasasti Bululuk (sekarang Bluluk). Prasasti itu menegaskan bahwa daerah yang bernama Bululuk adalah bumi mardikan. Di tanah atau bumi perdikan yang masyarakatnya dibebaskan dari tarikan pajak (upeti) oleh Kerajaan Majapahit.
Pada babak kedua beralih pada masa berkembangnya agama Islam di era Kerajaan Pajang hingga Kerajaan Demak Bintoro. Pada era inilah bangsa Portugis datang untuk menjajah Indonesia. Masa itu pecah perang melawan Kerajaan Demak Bintoro. Pada babak ini para penari menggambarkannya dengan Tari Kuntulan yang kental dengan budaya Islam dengan paduan suasana musik hadrah nan rancak.
Drama tari ditutup dengan babak diwisudanya Rangga Hadi, pemuda asal Dusun Cancing (Ngimbang) menjadi Adipati pertama Lamongan dengan dengan gelar Tumenggung Surajaya oleh Sunan Giri IV dari Mapel (Gresik). Pelantikan Rangga Hadi berlangsung pada 10 Dzulhijah atau 26 Mei 1569 Masehi bertepatan dengan Hari Idul Adha tersebut sebagai bagian dari strategi untuk menangkal masuknya Portugis.
Peserta pawai budaya kali ini dari 27 kecamatan di Lamongan dengan menampilkan 34 sajian budaya tersebut. Bupati Lamongan Masfuk dengan Wakil Bupati Tsalits Fahami Zaka serta Ketua DPRD Makin Abbas bersama istri turut ambil bagian memeriahkan pawai. Mereka berpakaian lengkap ala raja Jawa dan permaisuri. Sekretaris Kabupaten Lamongan Fadeli dan pejabat lainnya berpakaian adat khas Jawa Timuran lengkap.
Bupati Lamongan Masfuk sangat mengapresiasi pagelaran pawai budaya yang menampilkan berbagai kesenian yang bersumber dari nilai-nilai budaya lokal. Gelaran budaya seperti itu penting untuk perkembangan budaya lokal seiring dengan tumbuhnya wisata di Lamongan.
Masfuk berharap, budaya lokal yang ditampilkan mampu menarik animo generasi muda agar mampu mempertahankan dan mengembangkan budaya lokal Lamongan. Di masa mendatang saya berharap akan muncul seni-seni baru dari budaya lokal Lamongan, katanya.
Sehari sebelumnya ada tiga prosesi sakral mewarnai puncak peringatan Hari Jadi Lamongan (HJL) ke- 440 Lamongan. Prosesi itu menyangkut pembukaan selubung lambang daerah dan pemasangan Oncer Sesanti Memayu Raharjaning Praja di Gedung DPRD, upacara HJL di alun-alun Kota Lamongan dan Penyemayaman Lambang Daerah di Pendapa Lokatantra.
Di Gedung DPRD Lamongan, Ketua DPRD Lamongan Makin Abbas melakukan prosesi membuka selubung pataka lambang daerah dilanjutkan dengan Oncer Sesanti Memayu Raharjaning Praja lalu diserahkan kepada Bupati Lamongan Masfuk. Selanjutnya, Bupati, Wakil Bupati Tsalits Fahami dan Sekkab Fadeli bersama muspida berjalan kaki mengiringi lambang daerah menuju lapangan upacara alun-alun Kota Lamongan.
Masfuk menginginkan agar momentum peringatan Hari Jadi ke-440 Lamongan bisa memberi makna lebih, tidak hanya sebatas peringatan seremonial semata. Makna lain itu berarti membangkitkan rasa optimisme dan percaya diri dengan terus berusaha mengejawantahkannya dengan kerja keras dan doa. Kerja keras dan doa itulah sesungguhnya cikal bakal daerah ini dibangun, katanya.
Di usia ke-440 tahun Lamongan, beberapa keberhasilan pemerintah bersama masyarakat telah diwujudkan. Di Lamongan, penurunan angka kemiskinan tertinggi di Jawa Timur yakni mencapai 24,25 persen. Pendapatan perkapita masyarakat naik menjadi Rp 5,6 juta pada 2008. Meski demikian, sektor pembangunan infrastruktur seperti jalan poros desa tetap menjadi komitmen pemerintah untuk dituntaskan, paparnya.
Prosesi penyemayaman lambang daerah di Pendapa Lokatantra setempat ditandai dengan pelepasan Oncer Sesanti Memayu Raharjaning Praja dan penutupan selubung lambang daerah oleh Ketua DPRD. Sebelumnya, prosesi di pendapa diisi dengan pembacaan sejarah HJL oleh sesepuh Lamongan, Sudikno. Semangat Hari Jadi ke-440 Lamongan diharapkan menjadi momentum kebangkitan ekonomi dan pencapaian kemajuan Lamongan secara menyeluruh, dan merata. Esensi akhirnya kesejahteraan masyarakat harus tetap dikedepankan. Selamat hari jadi ke-440.
Dengan prosesi hari jadi lamongan yang ke-440 dan dirayakan dengan festival budaya semoga menjadi daya tarik wisata...ini lamongan bung..!!! kota yang bersahabat dan memikat..!!